Minggu, 23 Juli 2017

Pentingnya Satuan Pemeriksaan Internal Rumah Sakit

  A. LATAR BELAKANG
Berbicara tentang pentingnya pengendalian internal, kita dapat analogkan dengan tubuh manusia yang memiliki sistem sangat kompleks akan tetapi semuanya berjalan sangat tertib dan teratur sesuai dengan fungsi masing-masing.  Ketika suatu bagian atau komponen tertentu mengambil beban yang melebihi batas maka akan terjadi kerusakan pada sistem secara keseluruhan dan demikian juga ketika suatu bagian atau komponen berfungsi secara berlebihan maka juga akan mengganggu sistem besar.  Ketika manusia yang bersangkutan dapat mengendalikan fungsi dan peran masing-masing komponen atau bagian sehingga tidak berlebihan maka akan berlangsung secara normal.
Demikian juga suatu organisasi, lembaga, atau perusahaan yang dibentuk dari komponen-komponen sistem yang masing-masing memiliki kepentingan, maka sangat memerlukan adanya pengendalian internal.  Pengendalian internal ini dimaksudkan untuk mencegah secara dini tindakan yang akan menyimpang dari jalur pencapaian tujuan organisasi, lembaga, atau perusahaan.  Tujuan tersebut (tujuan lembaga, organisasi, perusahaan) merupakan tujuan bersama diantara anggota-anggota yang tergabung pada organisasi, lembaga, atau perusahaan.
 Rumah Sakit sebagai sebuah organisasi juga memiliki tujuan – tujuan yang harus dicapai, dalam hal ini adalah pemberian pelayanan kesehatan yang bermutu terhadap para pelanggan baik internal maupun eksternal. Undang – undang nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit mengisyaratkan bahwa Rumah Sakit harus memiliki standar pelayanan yang harus dicapai dalam setiap aspek kegiatannya. Untuk mencapai standar ini Rumah Sakit harus memiliki organisasi yang efektif, efisien dan akuntabel. Organisasi Rumah Sakit disusun dengan tujuan untuk mencapai visi dan misi Rumah Sakit dengan menjalankan tata kelola perusahaan dan tata kelola klinis yang baik.
Dalam perjalanannya, pengelolaan Rumah sakit, sebagaimana sebuah organisasi, juga rawan terjadi penyimpangan – penyimpangan. Penyimpangan yang terjadi pada pemberian layanan, bukan tidak mungkin bisa beresiko cidera, bahkan kematian pasien dan berlanjut pada tuntutan hukum. Begitu juga bila yang terjadi adalah penyimpangan terhadap keuangan dan aset, bisa menjadi ancaman tindak kecurangan atau korupsi. Apapun bentuk penyimpangannya, potensial untuk menimbulkan kerugian terhadap Rumah Sakit. oleh karena itu, Undang – undang mengamanatkan bahwa dalam penyelenggaraannya, Rumah Sakit harus dilakukan audit. Audit yang dimaksud bisa berupa audit kinerja dan audit medik. Audit medik dilakukan oleh Komite Medik dan audit kinerja dilakukan oleh tenaga pengawas baik internal maupun eksternal. Audit kinerja internal dilakukan oleh Satuan Pemeriksa Internal (SPI) Rumah Sakit.


B. HARAPAN TERHADAP KEBERADAAN SPI DI RUMAH SAKIT
Tujuan pokok dari suatu pemeriksaan internal adalah membantu agar para anggota organisasi dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara efektif, sehingga sistem dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Rumah Sakit sebagai sebuah organisasi, bila ingin maju maka SPI-nya haruslah kuat. ini menjadi semacam peraturan tidak tertulis bagi sebuah organisasi yang menginginkan tetap eksis dan berkembang. Karena dengan SPI yang berfungsi sesuai dengan tugas pokok dan perannya, maka organisasi dapat mencegah terjadinya kehilangan uang, menjaga aset dari tindakan korupsi, kelalaian, kebiasaan salah yang dibenarkan, penyimpangan, kecurangan dan pemborosan yang pada akhirnya organisasi dihindarkan dari kerugian – kerugian yang bisa dicegah.
Dalam penyelenggaraan Rumah Sakit, keberadaan SPI diharapkan dapat menjadi mitra kerja yang baik bagi manajemen dalam menilai setiap kegiatan yang diselenggarakan oleh Rumah Sakit. SPI bukanlah unit kerja yang mencari kesalahan, tetapi unit kerja yang membantu top manajemen dalam mengawasi dan mengevaluasi sistem pengendalian manajemen sehingga mengarahkan jalan-nya perusahaan dalam jalur yang benar.
Karena Rumah Sakit merupakan organisasi yang unik, maka SPI Rumah sakit harus mampu memngakomodasi keunikan tersebut.  Keunikan tersebut karena Rumah Sakit merupakan organisasi dengan produknya adalah jasa pelayanan yang berhubungan dengan manusia, sehingga area auditnya meliputi audit medik, audit keuangan dan aset, audit sumber daya manusia beserta administrasinya. Audit medik yang merupakan kekhususan dari SPI Rumah Sakit inilah yang akan berperan penting secara langsung terhadap mutu layanan yang diberikan oleh sebuah Rumah Sakit.
Pembentukan SPI haruslah didasari dengan itikad baik untuk memajukan Rumah Sakit. Dengan audit yang kuat dan sesuai harapan, Rumah Sakit akan semakin dipercaya dimana kepercayaan masyarakat terhadap layanan Rumah Sakitlah yang akan menentukan hidup matinya Rumah Sakit. 
Oleh karena itu anggota SPI diharapkan mampu :
1.         Menjalin komunikasi dengan seluruh anggota organisasi melalui sebuah metode pendekatan audit yang bersifat fasilitatif. Anggota SPI diharapkan mampu menempatkan diri untuk membantu para anggota organisasi dalam menilai kinerja dan mengatasi persoalan atau hambatan yang terjadi sehingga dapat berfungsi secara efektif dan kinerja menjadi optimal.
2.         Anggota SPI harus memiliki pemahaman yang memadai terhadap bidang – bidang yang akan diaudit. Karena itu, penempatan personil sebagai anggota SPI harus memikirkan berbagai aspek baik latar belakang pendidikan, pengalaman kerja, kompetensi melakukan audit, memiliki catatan kinerja baik, loyalitas tinggi dan dedikasi terhadap pekerjaan. Integritas dan kredibilitas anggota menjadi penilaian utama. Penempatan personil yang tidak layak hanya akan memperlemah SPI dan ini akan membuat SPI tidak bisa memberikan kinerja seperti yang diharapkan. Karena itu, anggota SPI hendaknya juga diberikan pengetahuan dan ketrampilan yang memadai sebagai dasar kompetensi mereka melakukan kegiatan audit.
3.         Disamping memiliki ilmu yang memadai, anggota harus mengasai kemampuan untuk menganalisa, melakukan penilaian, mengajukan rekomendasi atau saran – saran perbaikan sampai melakukan penilaian ulang apakah proses perbaikan sudah dilakukan sehingga persoalan benar – benar bisa selesai dengan tuntas.
4.         Tim SPI bukanlah merupakan Tim yang mencari – cari kesalahan anggota.  Tim ini merupakan unit kerja yang membantu manajemen dalam mengawasi dan mengevaluasi sistem pengendalian manajemen sehingga mengarahkan jalan-nya perusahaan dalam jalur yang benar. Temuan SPI tidak selalu negatif tetapi juga ada temuan positif, temuan positif ini sebaiknya di sebarluarkan sehingga dapat menjadi contoh bagi unit kerja yang lain. Setiap temuan Tim SPI yang memerlukan tindak lanjut oleh manajemen sebaiknya melalui manajemen review yang khusus membahas temuan atau rekomendasi SPI. Sehingga tidak ada kesan bahwa SPI merupakan “polisi” perusahaan yang langsung bisa mengambil tindakan koreksi tanpa koordinasi dengan manajemen. Untuk ini diperlukan komitmen yang kuat antara manajemen dengan SPI agar sistem kendali tetap bisa berjalan dengan baik dan tidak menimbulkan ketakutan pada anggota organisasi.
5.         Adanya kewenangan yang memadai yang diberikan kepada Tim SPI untuk bisa mengakses berbagai tempat atau dokumen di organisasi sesuai peraturan perundangan yang berlaku, dalam rangka melakukan tugasnya . Apabila tidak ada keterbukaan dan akses yang cukup, maka segala penyimpangan yang beresiko terhadap kerugian Rumah sakit tidak segera diketahui untuk segera dicarikan jalan penyelesaiannya.
6.         Tim mampu mengawal tindak lanjut yang direkomendasikan oleh auditor eksternal agar dapat diselesaikan oleh manajemen.
7.         Adanya independensi dari Tim SPI, yang artinya bahwa Tim SPI berpihak pada kebenaran faktual yang berdasarkan data dan fakta yang otentik, relevan dan cukup.
8.         Adanya aturan internal organisasi yang jelas yang mengatur tentang Tim SPI ini yang diketahui dan disepakati oleh semua pihak di Rumah Sakit. Aturan ini memuat tentang pengertian, ruang lingkup, dasar hukum, hak dan kewenangan auditor, serta bentuk pertanggungjawabannya. Hal ini untuk menghindari salah pengertian tentang keberadaan Tim SPI itu sendiri di Rumah Sakit.

C. KONDISI SAAT INI
Kenyataan yang terjadi saat ini bahwa SPI masih belum sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini tercermin dari beberapa hal berikut ini :
1.         Pembentukan SPI masih merupakan syarat untuk sebuah penyelenggaraan Rumah Sakit dan belum dirasakan sebagai kebutuhan internal untuk perbaikan organisasi. Hal ini bisa dilihat dari pemilihan anggota yang yang kurang memperhatikan standar minimal kompetensi seorang auditor. Hal ini bisa dimengerti, salah satunya karena memang pekerjaan auditor merupakan pekerjaan yang “kurang diminati” oleh sebagian kalangan. Pekerjaan ini dianggap sebagai pekerjaan “mencari musuh”. Hal ini tentunya tidak benar bila pemahaman tentang auditor internal ini sudah merata pada seluruh anggota organisasi.
2.         Adanya komunikasi yang kurang baik antara auditor dengan anggota organisasi. hal ini mungkin disebabkan oleh anggapan yang masih belum tepat tentang auditor baik oleh auditor itu sendiri maupun anggota organisasi. Tidak adanya aturan yang jelas yang mengatur tentang auditor ini juga sering menyebabkan salah pengertian. Harusnya memang ada aturan yang jelas mengenai keberadaan auditor ini dan adanya komitmen seluruh anggota organisasi termasuk manajemen untuk menghormati peraturan ini.
3.         Kesulitan mencari personil yang akan ditempatkan dalam Tim SPI. Hal ini mungkin karena pekerjaan auditor dianggap pekerjaan yang tidak menarik dan di Rumah Sakit sendiri mungkin merupakan beban tambahan dari tupoksi seorang karyawan yang ditempatkan sebagai auditor internal. Hal ini karena di banyak Rumah Sakit, Tim SPI masih diambilkan dari karyawan yang sehari – harinya memiliki tupoksi dan belum merupakan Tim yang benar – benar independen dengan tupoksi hanya sebagai auditor internal.

D. PENUTUP
Dengan adanya pelatihan untuk Kepala SPI ini diharapkan ke depan SPI dapat menjadi mitra kerja manajemen dalam mengawal organisasi mencapai visi dan misinya melalui SPI yang menjadi :
1.    Pihak paling independen untk melakukan pengawasan seluruh jajaran organisasi sesuai tupoksinya.
2.    Pihak yang mengawal misi khusus yaitu pengelolaan resiko dan pengendalian operasional yang akan menjadi penyeimbang bagi jajaran manajemen dalam menjalankan organisasi agar dapat mengeliminasi hambatan – hambatan yang muncul menjadi sekecil mungkin.
3.    Tim yang menerapkan kinerja secara integrasi dan berkesinambungan setiap waktu sebagai sebuah siklus.
4.    Tim yang memiliki anggota dengan kompetensi memadai yang memiliki pengalaman untuk mencegah terjadinya tindak kecurangan yang akan merugikan organisasi.


Sumber : http://langkahkecil-junita.blogspot.com/

Contoh Formulir Penyimpanan Barang Berharga Milik Pasien


Contoh Prosedur Perlindungan Terhadap Penculikan Bayi

CONTOH KRITERIA PEMILIHAN OBAT UNTUK MASUK FORMULARIUM

1.Mengutamakan penggunaan obat generik.
2.Perbandingan  obat generik : original: me too=  x:y:z
3.Memiliki rasio manfaat-risiko (benefit-risk ratio) yang paling menguntungkan penderita.
4.Mutu terjamin, termasuk stabilitas dan bioavailabilitas.
5.Praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan.
6.Praktis dalam penggunaan dan penyerahan
7.Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh pasien
8.Memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio) yang tertinggi berdasarkan biaya langsung dan tidak langsung.


9.Obat lain yang terbukti paling efektif secara ilmiah dan aman (evidence based medicines) yang paling dibutuhkan untuk pelayanan, dengan harga yang terjangkau


Standar MPO.2.1.   
Ada metode untuk mengawasi daftar obat yang tersedia dan penggunaan obat di rumah sakit

Landasan Hukum Terkait Pedoman Pelayanan Unit Gawat Darurat



Berikut ini landasan hukum terkait Pedoman Pelayanan Unit Gawat Darurat, diantaranya adalah :  
·        Undang-Undang RI No. 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan
·        Undang-Undang RI No. 44 tahun 2009 Tentang Rumah Sakit
·        Undang-Undang RI No. 29 tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran
·        Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
·        Undang-Undang RI No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
·        Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan.

·        Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1691 tahun 2011 tentang  Keselamatan Pasien Rumah Sakit.

Landasan Hukum Pedoman Pelayanan Intensif Care Unit (ICU)


Berikut ini landasan hukum terkait Pedoman Pelayanan ICU, diantaranya adalah :



a.         Undang-Undang RI No. 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan
b.        Undang-Undang RI No. 44 tahun 2009 Tentang Rumah Sakit
c.         Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
d.        Undang-Undang RI No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
e.         Peraturan  Menteri  Kesehatan  RI  No.  148  tahun  2010  Tentang  Izin  dan Penyelenggaraan Praktik Perawat
f.         Peraturan  Menteri  Kesehatan  RI  No.161  tahun  2010  tentang  Registrasi Tenaga Kesehatan
g.        Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1691 tahun 2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit
h.        Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 46 tahun 2013 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan
i.          Peraturan Menteri Kesehatan  RI No. 17 tahun 2013 tentang perubahan 148 ijin praktek keperawatan
j.          Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan.
k.        Peraturan  Menteri  Kesehatan  RI  No.  971  Tahun  2009  tentang  Standar Kompetensi Pejabat Struktural Kesehatan
l.          Keputusan         Menteri            kesehatan         Republik         Indonesia         No 1778/MENKES/SK/XII/2010

m.      Peraturan Menteri Kesehatan RI No 519/Menkes/Per/III/2011 tentang Ruang Lingkup Dokter Anastesi

Landasan Hukum Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi


Berikut ini landasan hukum terkait Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi, diantaranya :


1.      Undang-Undang RI No. 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan
2.      Undang-Undang RI No. 44 tahun 2009 Tentang Rumah Sakit
3.      Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
4.      Undang-Undang RI No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
5.      Peraturan  Menteri  Kesehatan  RI  No.  148  tahun  2010  Tentang  Izin   dan Penyelenggaraan Praktik Perawat
6.      Peraturan  Menteri  Kesehatan  RI  No.149  Tahun  2010  tentang  Izin  Dan Penyelenggaraan Praktik Bidan

©SILOAM HOSPITALS
7.      Peraturan Menteri Kesehatan RI No.161 tahun 2010 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan
8.      Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1691 tahun 2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit
9.      Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 46 tahun 2013 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan
10.  Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 17 tahun 2013 tentang perubahan 148 ijin praktek keperawatan
11.  Peraturan Menteri Kesehatan RI No 49 tahun 2013 tentang Komite Keperawatan Rumah Sakit
12.  Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan.
13.  Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 971 Tahun 2009 tentang Standar Kompetensi Pejabat Struktural Kesehatan
14.  Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit
15.  Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya tahun 20011
16.  Surat Edaran Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik No. HK.03.01/III/3744/08 tentang Pembentukan Komite dan Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit
17.  Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya, tahun 2011

18.  Keputusan                 Menteri                Kesehatan                 Republik                Indonesia No.1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit

Contoh Formulir Infection Control Risk Assessment (ICRA)

Standar PPI 6.
Rumah sakit menggunakan pendekatan berdasar risiko dalam menentukan fokus dari program pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit adalah pencegahan, pengendalian dan pengurangan infeksi terkait pelayanan kesehatan.  Standar Akreditasi RS 2012 PPI. 6 EP 4 menyebutkan Rumah sakit melakukan asesmen terhadap risiko paling sedikit setiap tahun dan hasil asesmen  didokumentasikan. Contoh Assesment Risiko (ICRA) : 

Share

Tata Laksana Survey Akreditasi

Dalam mempersiapkan akreditasi, tentunya kita harus mengetahui persiapan apa saja dan bagaimana nantinya proses survey akreditasi. Silahkan klik Informasi tersebut  di sini Share

Kisi Kisi Pertanyaan Standar Hak Pasien dan Keluarga

No
Pertanyaan
Jawaban
1
Tahukah Anda tentang pelaksanaan hak pasien di rumah sakit?
Rumah Sakit bertanggung jawab untuk melindungi dan mengedepankan hak pasien dan keluarga sesuai UU RI No.44 Tahun 2009 tentang rumah sakit yaitu:
a.    Pasien berhak memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit
b.Pasien berhak mendapatkan informasi tentang hak dan kewajiban pasien
c.    Pasien berhak memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur dan tanpa diskriminasi
d.    Pasien berhak memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional
e.    Pasien berhak memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi
f.       Pasien berhak mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan
g. Pasien berhak memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannnya dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit
h. Pasien berhak meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter lain yang mempunyai Surat Ijin Praktek (SIP) baik di dalam maupun di luar Rumah Sakit
i.    Pasien berhak mendapat privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita, termasuk data-data medisnya
j.      Pasien berhak mendapat informasi yang meliputi diagnosis , tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternative tindakan, risiko dan kompliksi yang mungkin terjadi dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan
k.    Pasien berhak memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya
l.        Pasien berhak didampingi keluarganya dalam keadaan kritis
m.  Pasien berhak menjalankan ibadah sesuai agama/kepercayaan yang dianutnya selama hal itu tidak menggangu pasien lainnya
n.    Pasien berhak memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di Rumah Sakit
o.     Pasien berhak mengajukan usul, saran, perbaikan atas perilaku Rumah Sakit terhadap dirinya
p.   Pasien berhak menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya
q.      Pasien berhak menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata maupun pidana
r.    Pasien berhak mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai dengan standar pelayanan melalui media cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
2
Bagaimana prosedur pemberian informasi dan edukasi kepada pasien & keluarga?
Pemberian informasi dan edukasi diberikan sesuai kebutuhan, dan diberikan oleh petugas dan kompetensi yang sesuai yaitu PANITIA PKRS.
Panduan pemberian informasi dan edukasi
3
Bagiamana prosedur pemberian informed consent kepada pasien & keluarga?

Siapa yang memberikan informed consent?

Apa saja yang diinformasikan saat informed consent?
Persetujuan tindakan kedokteran (acuan: Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran dari konsil Kedokteran Indonesia)
·         Pernyataan persetujuan (informed consent) dari pasien didapat melalui suatu proses yang ditetapkan rumah sakit dan dilaksanakan oleh staff yang terlatih, dalam bahasa yang dipahami pasien.
SPO pemberian Informed Consent
·       Informed consent diperoleh sebelum operasi, anestesi, penggunaan darah atau produk darah dan tindakan serta pengobatan lain yang berisiko tinggi
·     Semua tindakan kedokteran harus mendapat persetujuan pasien dan/atau keluarga setelah mendapat penjelasan yang cukup tentang hal-hal yang berkaitan dengan tindakan tersebut dari Dokter Penanggungjawab Pasien (DPJP)
· Informed consent mengkonfirmasikan tentang: diagnosis (WD &DD), dasar diagnosis, tindakan kedokteran, indikasi tindakan, tata cara, tujuan, risiko, komplikasi, prognosis, alternative & risiko
4
Bagaimana pasien mendapatkan informasi pelayanan kerohanian di RS?
Pelayanan kerohanian terdiri dari pelayanan kerohanian rutin dan atas permintaan. Pasien yang membutuhkan pelayanan kerohanian akan mengisi formulir permintaan pelayanan kerohanian. Kemudian perawat akan menghubingi pertugas terkait sesuai daftar yang ada.

Prosedur Pelayanan kerohanian
5
Bagiamana RS melindungi kebutuhan privasi pasien?
Saat dilakukan pemeriksaan, konsultasi, tatalaksana antar pasien akan dibatasi dengan tirai

SPO Perlindungan Kebutuhan Privasi Pasien
6
Bagaiman RS melindungi pasien terhadap kekerasan fisik?
Kriteria kekerasan fisik di lingkungan Rumah Sakit terdiri atas: pelecehan seksual, pemukulan, penelantaran dan pemeriksaan fisik terhadap pasien baik yang dilakukan oleh penunggu/pengunjung pasien maupun petugas.
Kecuali terdapat indikasi, petugas kesehatan dapat melakukan pemaksaan fisik (seperti pengekangan) sesuai standar medis dan etika rumah sakit yang berlaku.
Setiap petugas keamanan sudah terlatih untuk menangani hal tersebut
Setiap pasien/pengunjung/keryawan yang berada dalam rumah sakit harus menggunakan tanda pengenal berupa gelang identitas pasien, kartu visitor/pengunjung atau name tag karyawan.

SPO Perlindungan Terhadap Kekerasan Fisik
7
Bagaimana prosedur melindungi barang milik pasien?
SPO Perlindungan Barang Milik Pasien
8
Apa yang dilakukan RS jika pasien menolak/memberhentikan tindakan (resusitasi) atau pengobatan yang diberikan?
Rumah sakit menghormati keinginan dan pilihan pasien untuk menolak pelayanan resusitasi.

Keputusan untuk tidak melakukan RJP harus dicatat di rekam medis pasien di formulir Surat Pernyataan Penolakan Tindakan (DNR). Formulir harus diisi dengan lengkap dan disimpan di rekam medis pasien

Alasan diputuskannya tindakan DNR dan orang yang terlibat dalam pengambilan keputusan harus dicatat di rekam medis pasien dan formulir terkait. Keputusan harus dikomunikasikan kepada semua orang yang terlibat dalam aspek perawatan pasien.

SPO Penolakan Tindakan atau Pengobatan 

Strategi dalam Menyukseskan Akreditasi Rumah Sakit

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 012 Tahun 2012 Tentang Akreditasi Rumah Sakit, Rumah Sakit wajib mengikuti akreditasi nasional dalam upaya meningkatkan daya saing. Akreditasi yang dimaksud yaitu Akreditasi Rumah Sakit adalah pengakuan terhadap rumah sakit yang diberikan oleh lembaga independen penyelenggara akreditasi yang ditetapkan oleh Menteri, setelah dinilai bahwa rumah sakit itu memenuhi standar pelayanan rumah sakit yang berlaku untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit secara berkesinambungan.

Pengurusan akreditasi tidaklah mudah, banyak syarat yang harus dipenuhi dan banyak pembenahan rumah sakit yang harus dilakukan apalagi ini untuk pertama kalinya  mengurus status akreditasi. Rumah Sakit harus melakukan upaya – upaya untuk mempercepat pengurusan dalam penyelenggaraan akreditasi rumah sakit, adapun beberapa strategi yang dilaksanakan antara lain :
a. Membentuk Tim Akreditasi,
b. Tim Konsultan Akreditasi,
c. Tim KARS,
d. Mengikuti Workshop KARS,
e. Studi Banding ke Rumah Sakit yang telah Terakriditasi,
f. Sosialisasi Standar Operasional Prosedur,
g. Renovasi Rumah Sakit,
h. Menambah Sumber Daya Manusia.
 
Strategi tersebut apabila dilaksanakan dengan baik diharapkan dapat memperlancar pelaksanaan akreditasi sehingga status akreditasi dapat tercapai. 



 Peranan direktur rumah sakit sangat penting untuk menggerakan seluruh karyawan, dokter, manajemen agar bersama-sama mensukseskan akreditasi nasional. Sehingga fungsi menggerakkan tersebut harus diiringi dengan pemahaman standar yang sangat baik. 

Membentuk Tim Pokja Akreditasi Rumah Sakit Yang Efektif

Dalam membentuk tim Pokja Akreditasi Rumah Sakit diperlukan pemahaman mengenai isi dari standar akreditasi tersebut.  Sebagaimana   diketahui,   sistem   akreditasi   baru   ini   dibagi   menjadi   dua kelompok   yaitu  kelompok   standar   pelayanan   berfokus   pada   pasien   dan   kelompok   standar   manajemen   rumah   sakit dan   dilengkapi   dengan   dua   sasaran   yaitu   sasaran   keselamatan   pasien   rumah   sakit   dan   sasaran millennium   development   goals   (MDGs).   Core   business   pelayanan   rumah   sakit   ada   di   kelompok pertama,   sementara   sistem   pendukung   ada   di   kelompok   kedua.   Sasaran   keselamatan   pasien   sejatinya berada   di   dalam   kelompok   dua,   namun   oleh   Komisi   Akreditasi   Rumah   Sakit   (KARS)   dibuatkan kelompok   khusus.

 Pokja Akreditasi rumah sakit berfungsi untuk melakukan percepatan penyelesaian dokumen-dokumen akreditasi rumah sakit. Dalam pembentukan tim pokja akreditasi rumah sakit harus mempertimbangkan isi dari standar. Disamping itu dalam mempertimbangkan tim pokja akreditasi rumah sakit setidaknya mempertimbangkan attitude dan skill yang dimiliki. Hal ini bertujuan agar terjadinya percepatan pemahaman akan standar. Sebagai contoh, untuk menunjang keberhasilan standar Hak Paien dan Keluarga (HPK) tentunya melibatkan tim dari customer service atau front office, dokter, perawat maupun security.   Contoh yang lain untuk standar Kualifikasi Pendidikan Staf (KPS) setidaknya melibatkan unit HRD, perawat, medis, clinical support, sekretaris medis.  Pokja   berikutnya   adalah   pokja   pencegahan   dan   pengendalian   infeksi   (PPI).   Sebaiknya   berisi   orang-­‐orang   yang   sehari-­‐harinya   mengurus   soal   pengendalian infeksi.   Walaupun   pengendalian   infeksi   tidak   dapat   dilepaskan   dari   keselamatan   pasien,   hendaklah diingat   bahwa   pencegahan   dan   pengendalian   infeksi   sesungguhnya   mempunyai   cakupan   kerja   yang jauh   lebih   luas   daripada   keselamatan   pasien.   Selain   anggota   PPI   RS   sendiri,   hendaklah   pokja   ini mengikutsertakan   mereka   yang   selama   ini   juga   mengelola   limbah,   lingkungan   hidup,   teknik, pemulasaraan   sarana   rumah   sakit,   dan   sentral   sterilisasi   rumah   sakit,   dan   perwakilan   dari   unit-­‐unit pelayanan.   Lebih   baik   bila   pokja   ini   bisa   dipimpin   seorang   dokter   yang   bersertifikat   pengendalian infeksi   atau   seorang   ahli   mikrobiologi   klinis.
Pokja   berikutnya pokja   tata   kelola,   kepemimpinan,   dan   pengarahan   (TKP).   Anggota-­‐anggota   pokja   ini   seperti   namanya,   perlu   mengetahui   dengan   rinci   dokumen-­‐dokumen   dan implementasi   yang   sifatnya   mendasar.   Salah   satu   direktur   atau   justru   direktur   utama   hendaknya memimpin   sendiri   pokja   ini,   dan   mulai   dengan   pembahasan   mengenai   hospital   bylaws   bila   belum ada.   Rumah   sakit   yang   mempunyai   unit   business development  bisa   mengikutsertakan   anggota   unit tersebut   dalam   pokja   ini. 
Pokja    berikutnya adalah    pokja    manajemen    fasilitas    dan    keselamatan     (MFK).    Pokja    ini
mengurus    pemulasaraan    sarana    RS,    kesehatan    dan keselamatan   kerja   (K3),   dan   hal-­‐hal   yang   terkait   antara   fasilitas   dan   pelayanan.   Oleh   karena   itu, ketua   panitia   pembina   K3RS   dan   orang-­‐orang   dari   unit   pemeliharaan   sarana   RS   perlu   masuk   dan berkolaborasi   di   dalam   pokja   ini.
Pokja   berikutnya  pokja   peningkatan   mutu   dan   keselamatan   pasien   (PMKP).   Pokja   ini memang    terlihat    agak    tumpang    tindih    dengan    keenam    sasaran    keselamatan    pasien,    walau sebenarnya   tidak.   Mutu   menjadi   panglima   dalam   pokja   ini.   Oleh   karena   itu,   anggota   pokja  ini sebenarnya   adalah   mereka   yang   selama   ini   mengelola   panitia   mutu   rumah   sakit.   Mutu  rumah   sakit ini   dibedakan   menjadi   mutu   klinis   dan   mutu   manajerial.   Banyak   rumah   sakit  beranjak   mengukur mutu   lewat   standar   pelayanan   minimal.   Anggota   pokok   dalam   pokja   ini   hendaklah   mereka   yang menguasai   soal   mutu   rumah   sakit.

 Pokja   berikutnya adalah  pokja   manajemen   komunikasi   dan   informasi   (MKI). Pokja   ini   unik   karena   telah   memandang   rumah   sakit   sebagai   institusi   yang   memerlukan   (dan tergantung)   pada   sistem   informasi.   Diakui   atau   tidak,   dewasa   ini   sistem   informasi   di   rumah   sakit memang    mulai    memegang    peranan    yang    vital.    Peran    ini    mulai    dari    sistem    billing    sampai pengambilan   keputusan   di   manajemen   puncak.   Pokja   ini   hendaknya   beranggotakan   pimpinan   rekam medis,   dan   beranggotakan   orang-­‐orang   yang   memanfaatkan   informasi   dalam   pekerjaan   sehari-­‐hari seperti   bagian   keuangan,   akuntansi,   pembelian,   dan   lain-­‐lain. 

Disamping itu perlu ada tim dokumen kontrol, yang membantu setiap fungsi untuk melakukan pengendalian dokumen.