Minggu, 23 Juli 2017

Pentingnya Satuan Pemeriksaan Internal Rumah Sakit

  A. LATAR BELAKANG
Berbicara tentang pentingnya pengendalian internal, kita dapat analogkan dengan tubuh manusia yang memiliki sistem sangat kompleks akan tetapi semuanya berjalan sangat tertib dan teratur sesuai dengan fungsi masing-masing.  Ketika suatu bagian atau komponen tertentu mengambil beban yang melebihi batas maka akan terjadi kerusakan pada sistem secara keseluruhan dan demikian juga ketika suatu bagian atau komponen berfungsi secara berlebihan maka juga akan mengganggu sistem besar.  Ketika manusia yang bersangkutan dapat mengendalikan fungsi dan peran masing-masing komponen atau bagian sehingga tidak berlebihan maka akan berlangsung secara normal.
Demikian juga suatu organisasi, lembaga, atau perusahaan yang dibentuk dari komponen-komponen sistem yang masing-masing memiliki kepentingan, maka sangat memerlukan adanya pengendalian internal.  Pengendalian internal ini dimaksudkan untuk mencegah secara dini tindakan yang akan menyimpang dari jalur pencapaian tujuan organisasi, lembaga, atau perusahaan.  Tujuan tersebut (tujuan lembaga, organisasi, perusahaan) merupakan tujuan bersama diantara anggota-anggota yang tergabung pada organisasi, lembaga, atau perusahaan.
 Rumah Sakit sebagai sebuah organisasi juga memiliki tujuan – tujuan yang harus dicapai, dalam hal ini adalah pemberian pelayanan kesehatan yang bermutu terhadap para pelanggan baik internal maupun eksternal. Undang – undang nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit mengisyaratkan bahwa Rumah Sakit harus memiliki standar pelayanan yang harus dicapai dalam setiap aspek kegiatannya. Untuk mencapai standar ini Rumah Sakit harus memiliki organisasi yang efektif, efisien dan akuntabel. Organisasi Rumah Sakit disusun dengan tujuan untuk mencapai visi dan misi Rumah Sakit dengan menjalankan tata kelola perusahaan dan tata kelola klinis yang baik.
Dalam perjalanannya, pengelolaan Rumah sakit, sebagaimana sebuah organisasi, juga rawan terjadi penyimpangan – penyimpangan. Penyimpangan yang terjadi pada pemberian layanan, bukan tidak mungkin bisa beresiko cidera, bahkan kematian pasien dan berlanjut pada tuntutan hukum. Begitu juga bila yang terjadi adalah penyimpangan terhadap keuangan dan aset, bisa menjadi ancaman tindak kecurangan atau korupsi. Apapun bentuk penyimpangannya, potensial untuk menimbulkan kerugian terhadap Rumah Sakit. oleh karena itu, Undang – undang mengamanatkan bahwa dalam penyelenggaraannya, Rumah Sakit harus dilakukan audit. Audit yang dimaksud bisa berupa audit kinerja dan audit medik. Audit medik dilakukan oleh Komite Medik dan audit kinerja dilakukan oleh tenaga pengawas baik internal maupun eksternal. Audit kinerja internal dilakukan oleh Satuan Pemeriksa Internal (SPI) Rumah Sakit.


B. HARAPAN TERHADAP KEBERADAAN SPI DI RUMAH SAKIT
Tujuan pokok dari suatu pemeriksaan internal adalah membantu agar para anggota organisasi dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara efektif, sehingga sistem dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Rumah Sakit sebagai sebuah organisasi, bila ingin maju maka SPI-nya haruslah kuat. ini menjadi semacam peraturan tidak tertulis bagi sebuah organisasi yang menginginkan tetap eksis dan berkembang. Karena dengan SPI yang berfungsi sesuai dengan tugas pokok dan perannya, maka organisasi dapat mencegah terjadinya kehilangan uang, menjaga aset dari tindakan korupsi, kelalaian, kebiasaan salah yang dibenarkan, penyimpangan, kecurangan dan pemborosan yang pada akhirnya organisasi dihindarkan dari kerugian – kerugian yang bisa dicegah.
Dalam penyelenggaraan Rumah Sakit, keberadaan SPI diharapkan dapat menjadi mitra kerja yang baik bagi manajemen dalam menilai setiap kegiatan yang diselenggarakan oleh Rumah Sakit. SPI bukanlah unit kerja yang mencari kesalahan, tetapi unit kerja yang membantu top manajemen dalam mengawasi dan mengevaluasi sistem pengendalian manajemen sehingga mengarahkan jalan-nya perusahaan dalam jalur yang benar.
Karena Rumah Sakit merupakan organisasi yang unik, maka SPI Rumah sakit harus mampu memngakomodasi keunikan tersebut.  Keunikan tersebut karena Rumah Sakit merupakan organisasi dengan produknya adalah jasa pelayanan yang berhubungan dengan manusia, sehingga area auditnya meliputi audit medik, audit keuangan dan aset, audit sumber daya manusia beserta administrasinya. Audit medik yang merupakan kekhususan dari SPI Rumah Sakit inilah yang akan berperan penting secara langsung terhadap mutu layanan yang diberikan oleh sebuah Rumah Sakit.
Pembentukan SPI haruslah didasari dengan itikad baik untuk memajukan Rumah Sakit. Dengan audit yang kuat dan sesuai harapan, Rumah Sakit akan semakin dipercaya dimana kepercayaan masyarakat terhadap layanan Rumah Sakitlah yang akan menentukan hidup matinya Rumah Sakit. 
Oleh karena itu anggota SPI diharapkan mampu :
1.         Menjalin komunikasi dengan seluruh anggota organisasi melalui sebuah metode pendekatan audit yang bersifat fasilitatif. Anggota SPI diharapkan mampu menempatkan diri untuk membantu para anggota organisasi dalam menilai kinerja dan mengatasi persoalan atau hambatan yang terjadi sehingga dapat berfungsi secara efektif dan kinerja menjadi optimal.
2.         Anggota SPI harus memiliki pemahaman yang memadai terhadap bidang – bidang yang akan diaudit. Karena itu, penempatan personil sebagai anggota SPI harus memikirkan berbagai aspek baik latar belakang pendidikan, pengalaman kerja, kompetensi melakukan audit, memiliki catatan kinerja baik, loyalitas tinggi dan dedikasi terhadap pekerjaan. Integritas dan kredibilitas anggota menjadi penilaian utama. Penempatan personil yang tidak layak hanya akan memperlemah SPI dan ini akan membuat SPI tidak bisa memberikan kinerja seperti yang diharapkan. Karena itu, anggota SPI hendaknya juga diberikan pengetahuan dan ketrampilan yang memadai sebagai dasar kompetensi mereka melakukan kegiatan audit.
3.         Disamping memiliki ilmu yang memadai, anggota harus mengasai kemampuan untuk menganalisa, melakukan penilaian, mengajukan rekomendasi atau saran – saran perbaikan sampai melakukan penilaian ulang apakah proses perbaikan sudah dilakukan sehingga persoalan benar – benar bisa selesai dengan tuntas.
4.         Tim SPI bukanlah merupakan Tim yang mencari – cari kesalahan anggota.  Tim ini merupakan unit kerja yang membantu manajemen dalam mengawasi dan mengevaluasi sistem pengendalian manajemen sehingga mengarahkan jalan-nya perusahaan dalam jalur yang benar. Temuan SPI tidak selalu negatif tetapi juga ada temuan positif, temuan positif ini sebaiknya di sebarluarkan sehingga dapat menjadi contoh bagi unit kerja yang lain. Setiap temuan Tim SPI yang memerlukan tindak lanjut oleh manajemen sebaiknya melalui manajemen review yang khusus membahas temuan atau rekomendasi SPI. Sehingga tidak ada kesan bahwa SPI merupakan “polisi” perusahaan yang langsung bisa mengambil tindakan koreksi tanpa koordinasi dengan manajemen. Untuk ini diperlukan komitmen yang kuat antara manajemen dengan SPI agar sistem kendali tetap bisa berjalan dengan baik dan tidak menimbulkan ketakutan pada anggota organisasi.
5.         Adanya kewenangan yang memadai yang diberikan kepada Tim SPI untuk bisa mengakses berbagai tempat atau dokumen di organisasi sesuai peraturan perundangan yang berlaku, dalam rangka melakukan tugasnya . Apabila tidak ada keterbukaan dan akses yang cukup, maka segala penyimpangan yang beresiko terhadap kerugian Rumah sakit tidak segera diketahui untuk segera dicarikan jalan penyelesaiannya.
6.         Tim mampu mengawal tindak lanjut yang direkomendasikan oleh auditor eksternal agar dapat diselesaikan oleh manajemen.
7.         Adanya independensi dari Tim SPI, yang artinya bahwa Tim SPI berpihak pada kebenaran faktual yang berdasarkan data dan fakta yang otentik, relevan dan cukup.
8.         Adanya aturan internal organisasi yang jelas yang mengatur tentang Tim SPI ini yang diketahui dan disepakati oleh semua pihak di Rumah Sakit. Aturan ini memuat tentang pengertian, ruang lingkup, dasar hukum, hak dan kewenangan auditor, serta bentuk pertanggungjawabannya. Hal ini untuk menghindari salah pengertian tentang keberadaan Tim SPI itu sendiri di Rumah Sakit.

C. KONDISI SAAT INI
Kenyataan yang terjadi saat ini bahwa SPI masih belum sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini tercermin dari beberapa hal berikut ini :
1.         Pembentukan SPI masih merupakan syarat untuk sebuah penyelenggaraan Rumah Sakit dan belum dirasakan sebagai kebutuhan internal untuk perbaikan organisasi. Hal ini bisa dilihat dari pemilihan anggota yang yang kurang memperhatikan standar minimal kompetensi seorang auditor. Hal ini bisa dimengerti, salah satunya karena memang pekerjaan auditor merupakan pekerjaan yang “kurang diminati” oleh sebagian kalangan. Pekerjaan ini dianggap sebagai pekerjaan “mencari musuh”. Hal ini tentunya tidak benar bila pemahaman tentang auditor internal ini sudah merata pada seluruh anggota organisasi.
2.         Adanya komunikasi yang kurang baik antara auditor dengan anggota organisasi. hal ini mungkin disebabkan oleh anggapan yang masih belum tepat tentang auditor baik oleh auditor itu sendiri maupun anggota organisasi. Tidak adanya aturan yang jelas yang mengatur tentang auditor ini juga sering menyebabkan salah pengertian. Harusnya memang ada aturan yang jelas mengenai keberadaan auditor ini dan adanya komitmen seluruh anggota organisasi termasuk manajemen untuk menghormati peraturan ini.
3.         Kesulitan mencari personil yang akan ditempatkan dalam Tim SPI. Hal ini mungkin karena pekerjaan auditor dianggap pekerjaan yang tidak menarik dan di Rumah Sakit sendiri mungkin merupakan beban tambahan dari tupoksi seorang karyawan yang ditempatkan sebagai auditor internal. Hal ini karena di banyak Rumah Sakit, Tim SPI masih diambilkan dari karyawan yang sehari – harinya memiliki tupoksi dan belum merupakan Tim yang benar – benar independen dengan tupoksi hanya sebagai auditor internal.

D. PENUTUP
Dengan adanya pelatihan untuk Kepala SPI ini diharapkan ke depan SPI dapat menjadi mitra kerja manajemen dalam mengawal organisasi mencapai visi dan misinya melalui SPI yang menjadi :
1.    Pihak paling independen untk melakukan pengawasan seluruh jajaran organisasi sesuai tupoksinya.
2.    Pihak yang mengawal misi khusus yaitu pengelolaan resiko dan pengendalian operasional yang akan menjadi penyeimbang bagi jajaran manajemen dalam menjalankan organisasi agar dapat mengeliminasi hambatan – hambatan yang muncul menjadi sekecil mungkin.
3.    Tim yang menerapkan kinerja secara integrasi dan berkesinambungan setiap waktu sebagai sebuah siklus.
4.    Tim yang memiliki anggota dengan kompetensi memadai yang memiliki pengalaman untuk mencegah terjadinya tindak kecurangan yang akan merugikan organisasi.


Sumber : http://langkahkecil-junita.blogspot.com/

Contoh Formulir Penyimpanan Barang Berharga Milik Pasien


Contoh Prosedur Perlindungan Terhadap Penculikan Bayi

CONTOH KRITERIA PEMILIHAN OBAT UNTUK MASUK FORMULARIUM

1.Mengutamakan penggunaan obat generik.
2.Perbandingan  obat generik : original: me too=  x:y:z
3.Memiliki rasio manfaat-risiko (benefit-risk ratio) yang paling menguntungkan penderita.
4.Mutu terjamin, termasuk stabilitas dan bioavailabilitas.
5.Praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan.
6.Praktis dalam penggunaan dan penyerahan
7.Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh pasien
8.Memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio) yang tertinggi berdasarkan biaya langsung dan tidak langsung.


9.Obat lain yang terbukti paling efektif secara ilmiah dan aman (evidence based medicines) yang paling dibutuhkan untuk pelayanan, dengan harga yang terjangkau


Standar MPO.2.1.   
Ada metode untuk mengawasi daftar obat yang tersedia dan penggunaan obat di rumah sakit

Landasan Hukum Terkait Pedoman Pelayanan Unit Gawat Darurat



Berikut ini landasan hukum terkait Pedoman Pelayanan Unit Gawat Darurat, diantaranya adalah :  
·        Undang-Undang RI No. 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan
·        Undang-Undang RI No. 44 tahun 2009 Tentang Rumah Sakit
·        Undang-Undang RI No. 29 tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran
·        Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
·        Undang-Undang RI No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
·        Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan.

·        Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1691 tahun 2011 tentang  Keselamatan Pasien Rumah Sakit.

Landasan Hukum Pedoman Pelayanan Intensif Care Unit (ICU)


Berikut ini landasan hukum terkait Pedoman Pelayanan ICU, diantaranya adalah :



a.         Undang-Undang RI No. 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan
b.        Undang-Undang RI No. 44 tahun 2009 Tentang Rumah Sakit
c.         Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
d.        Undang-Undang RI No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
e.         Peraturan  Menteri  Kesehatan  RI  No.  148  tahun  2010  Tentang  Izin  dan Penyelenggaraan Praktik Perawat
f.         Peraturan  Menteri  Kesehatan  RI  No.161  tahun  2010  tentang  Registrasi Tenaga Kesehatan
g.        Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1691 tahun 2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit
h.        Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 46 tahun 2013 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan
i.          Peraturan Menteri Kesehatan  RI No. 17 tahun 2013 tentang perubahan 148 ijin praktek keperawatan
j.          Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan.
k.        Peraturan  Menteri  Kesehatan  RI  No.  971  Tahun  2009  tentang  Standar Kompetensi Pejabat Struktural Kesehatan
l.          Keputusan         Menteri            kesehatan         Republik         Indonesia         No 1778/MENKES/SK/XII/2010

m.      Peraturan Menteri Kesehatan RI No 519/Menkes/Per/III/2011 tentang Ruang Lingkup Dokter Anastesi

Landasan Hukum Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi


Berikut ini landasan hukum terkait Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi, diantaranya :


1.      Undang-Undang RI No. 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan
2.      Undang-Undang RI No. 44 tahun 2009 Tentang Rumah Sakit
3.      Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
4.      Undang-Undang RI No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
5.      Peraturan  Menteri  Kesehatan  RI  No.  148  tahun  2010  Tentang  Izin   dan Penyelenggaraan Praktik Perawat
6.      Peraturan  Menteri  Kesehatan  RI  No.149  Tahun  2010  tentang  Izin  Dan Penyelenggaraan Praktik Bidan

©SILOAM HOSPITALS
7.      Peraturan Menteri Kesehatan RI No.161 tahun 2010 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan
8.      Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1691 tahun 2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit
9.      Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 46 tahun 2013 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan
10.  Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 17 tahun 2013 tentang perubahan 148 ijin praktek keperawatan
11.  Peraturan Menteri Kesehatan RI No 49 tahun 2013 tentang Komite Keperawatan Rumah Sakit
12.  Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan.
13.  Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 971 Tahun 2009 tentang Standar Kompetensi Pejabat Struktural Kesehatan
14.  Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit
15.  Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya tahun 20011
16.  Surat Edaran Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik No. HK.03.01/III/3744/08 tentang Pembentukan Komite dan Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit
17.  Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya, tahun 2011

18.  Keputusan                 Menteri                Kesehatan                 Republik                Indonesia No.1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit