A. LATAR BELAKANG
Berbicara
tentang pentingnya pengendalian internal, kita dapat analogkan dengan
tubuh manusia yang memiliki sistem sangat kompleks akan tetapi semuanya
berjalan sangat tertib dan teratur sesuai dengan fungsi masing-masing.
Ketika suatu bagian atau komponen tertentu mengambil beban yang
melebihi batas maka akan terjadi kerusakan pada sistem secara
keseluruhan dan demikian juga ketika suatu bagian atau komponen
berfungsi secara berlebihan maka juga akan mengganggu sistem besar.
Ketika manusia yang bersangkutan dapat mengendalikan fungsi dan peran
masing-masing komponen atau bagian sehingga tidak berlebihan maka akan
berlangsung secara normal.
Demikian juga
suatu organisasi, lembaga, atau perusahaan yang dibentuk dari
komponen-komponen sistem yang masing-masing memiliki kepentingan, maka
sangat memerlukan adanya pengendalian internal. Pengendalian internal
ini dimaksudkan untuk mencegah secara dini tindakan yang akan menyimpang
dari jalur pencapaian tujuan organisasi, lembaga, atau perusahaan.
Tujuan tersebut (tujuan lembaga, organisasi, perusahaan) merupakan
tujuan bersama diantara anggota-anggota yang tergabung pada organisasi,
lembaga, atau perusahaan.
Rumah Sakit
sebagai sebuah organisasi juga memiliki tujuan – tujuan yang harus
dicapai, dalam hal ini adalah pemberian pelayanan kesehatan yang bermutu
terhadap para pelanggan baik internal maupun eksternal. Undang – undang
nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit mengisyaratkan bahwa Rumah
Sakit harus memiliki standar pelayanan yang harus dicapai dalam setiap
aspek kegiatannya. Untuk mencapai standar ini Rumah Sakit harus memiliki
organisasi yang efektif, efisien dan akuntabel. Organisasi Rumah Sakit
disusun dengan tujuan untuk mencapai visi dan misi Rumah Sakit dengan
menjalankan tata kelola perusahaan dan tata kelola klinis yang baik.
Dalam
perjalanannya, pengelolaan Rumah sakit, sebagaimana sebuah organisasi,
juga rawan terjadi penyimpangan – penyimpangan. Penyimpangan yang
terjadi pada pemberian layanan, bukan tidak mungkin bisa beresiko
cidera, bahkan kematian pasien dan berlanjut pada tuntutan hukum. Begitu
juga bila yang terjadi adalah penyimpangan terhadap keuangan dan aset,
bisa menjadi ancaman tindak kecurangan atau korupsi. Apapun bentuk
penyimpangannya, potensial untuk menimbulkan kerugian terhadap Rumah
Sakit. oleh karena itu, Undang – undang mengamanatkan bahwa dalam
penyelenggaraannya, Rumah Sakit harus dilakukan audit. Audit yang
dimaksud bisa berupa audit kinerja dan audit medik. Audit medik
dilakukan oleh Komite Medik dan audit kinerja dilakukan oleh tenaga
pengawas baik internal maupun eksternal. Audit kinerja internal
dilakukan oleh Satuan Pemeriksa Internal (SPI) Rumah Sakit.
B. HARAPAN TERHADAP KEBERADAAN SPI DI RUMAH SAKIT
Tujuan pokok
dari suatu pemeriksaan internal adalah membantu agar para anggota
organisasi dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara
efektif, sehingga sistem dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
Rumah Sakit sebagai sebuah organisasi, bila ingin maju maka SPI-nya
haruslah kuat. ini menjadi semacam peraturan tidak tertulis bagi sebuah
organisasi yang menginginkan tetap eksis dan berkembang. Karena dengan
SPI yang berfungsi sesuai dengan tugas pokok dan perannya, maka
organisasi dapat mencegah terjadinya kehilangan uang, menjaga aset dari
tindakan korupsi, kelalaian, kebiasaan salah yang dibenarkan,
penyimpangan, kecurangan dan pemborosan yang pada akhirnya organisasi
dihindarkan dari kerugian – kerugian yang bisa dicegah.
Dalam
penyelenggaraan Rumah Sakit, keberadaan SPI diharapkan dapat menjadi
mitra kerja yang baik bagi manajemen dalam menilai setiap kegiatan yang
diselenggarakan oleh Rumah Sakit. SPI bukanlah unit kerja yang mencari
kesalahan, tetapi unit kerja yang membantu top manajemen dalam mengawasi
dan mengevaluasi sistem pengendalian manajemen sehingga mengarahkan
jalan-nya perusahaan dalam jalur yang benar.
Karena Rumah
Sakit merupakan organisasi yang unik, maka SPI Rumah sakit harus mampu
memngakomodasi keunikan tersebut. Keunikan tersebut karena Rumah Sakit
merupakan organisasi dengan produknya adalah jasa pelayanan yang
berhubungan dengan manusia, sehingga area auditnya meliputi audit medik,
audit keuangan dan aset, audit sumber daya manusia beserta
administrasinya. Audit medik yang merupakan kekhususan dari SPI Rumah
Sakit inilah yang akan berperan penting secara langsung terhadap mutu
layanan yang diberikan oleh sebuah Rumah Sakit.
Pembentukan SPI
haruslah didasari dengan itikad baik untuk memajukan Rumah Sakit.
Dengan audit yang kuat dan sesuai harapan, Rumah Sakit akan semakin
dipercaya dimana kepercayaan masyarakat terhadap layanan Rumah Sakitlah
yang akan menentukan hidup matinya Rumah Sakit.
Oleh karena itu anggota SPI diharapkan mampu :
1.
Menjalin komunikasi dengan seluruh anggota organisasi melalui sebuah
metode pendekatan audit yang bersifat fasilitatif. Anggota SPI
diharapkan mampu menempatkan diri untuk membantu para anggota organisasi
dalam menilai kinerja dan mengatasi persoalan atau hambatan yang
terjadi sehingga dapat berfungsi secara efektif dan kinerja menjadi
optimal.
2.
Anggota SPI harus memiliki pemahaman yang memadai terhadap bidang –
bidang yang akan diaudit. Karena itu, penempatan personil sebagai
anggota SPI harus memikirkan berbagai aspek baik latar belakang
pendidikan, pengalaman kerja, kompetensi melakukan audit, memiliki
catatan kinerja baik, loyalitas tinggi dan dedikasi terhadap pekerjaan.
Integritas dan kredibilitas anggota menjadi penilaian utama. Penempatan
personil yang tidak layak hanya akan memperlemah SPI dan ini akan
membuat SPI tidak bisa memberikan kinerja seperti yang diharapkan.
Karena itu, anggota SPI hendaknya juga diberikan pengetahuan dan
ketrampilan yang memadai sebagai dasar kompetensi mereka melakukan
kegiatan audit.
3.
Disamping memiliki ilmu yang memadai, anggota harus mengasai kemampuan
untuk menganalisa, melakukan penilaian, mengajukan rekomendasi atau
saran – saran perbaikan sampai melakukan penilaian ulang apakah proses
perbaikan sudah dilakukan sehingga persoalan benar – benar bisa selesai
dengan tuntas.
4. Tim
SPI bukanlah merupakan Tim yang mencari – cari kesalahan anggota. Tim
ini merupakan unit kerja yang membantu manajemen dalam mengawasi dan
mengevaluasi sistem pengendalian manajemen sehingga mengarahkan
jalan-nya perusahaan dalam jalur yang benar. Temuan SPI tidak selalu
negatif tetapi juga ada temuan positif, temuan positif ini sebaiknya di
sebarluarkan sehingga dapat menjadi contoh bagi unit kerja yang lain.
Setiap temuan Tim SPI yang memerlukan tindak lanjut oleh manajemen
sebaiknya melalui manajemen review yang khusus membahas temuan atau
rekomendasi SPI. Sehingga tidak ada kesan bahwa SPI merupakan “polisi”
perusahaan yang langsung bisa mengambil tindakan koreksi tanpa
koordinasi dengan manajemen. Untuk ini diperlukan komitmen yang kuat
antara manajemen dengan SPI agar sistem kendali tetap bisa berjalan
dengan baik dan tidak menimbulkan ketakutan pada anggota organisasi.
5.
Adanya kewenangan yang memadai yang diberikan kepada Tim SPI untuk bisa
mengakses berbagai tempat atau dokumen di organisasi sesuai peraturan
perundangan yang berlaku, dalam rangka melakukan tugasnya . Apabila
tidak ada keterbukaan dan akses yang cukup, maka segala penyimpangan
yang beresiko terhadap kerugian Rumah sakit tidak segera diketahui untuk
segera dicarikan jalan penyelesaiannya.
6. Tim mampu mengawal tindak lanjut yang direkomendasikan oleh auditor eksternal agar dapat diselesaikan oleh manajemen.
7.
Adanya independensi dari Tim SPI, yang artinya bahwa Tim SPI berpihak
pada kebenaran faktual yang berdasarkan data dan fakta yang otentik,
relevan dan cukup.
8.
Adanya aturan internal organisasi yang jelas yang mengatur tentang Tim
SPI ini yang diketahui dan disepakati oleh semua pihak di Rumah Sakit.
Aturan ini memuat tentang pengertian, ruang lingkup, dasar hukum, hak
dan kewenangan auditor, serta bentuk pertanggungjawabannya. Hal ini
untuk menghindari salah pengertian tentang keberadaan Tim SPI itu
sendiri di Rumah Sakit.
C. KONDISI SAAT INI
Kenyataan yang
terjadi saat ini bahwa SPI masih belum sesuai dengan yang diharapkan.
Hal ini tercermin dari beberapa hal berikut ini :
1.
Pembentukan SPI masih merupakan syarat untuk sebuah penyelenggaraan
Rumah Sakit dan belum dirasakan sebagai kebutuhan internal untuk
perbaikan organisasi. Hal ini bisa dilihat dari pemilihan anggota yang
yang kurang memperhatikan standar minimal kompetensi seorang auditor.
Hal ini bisa dimengerti, salah satunya karena memang pekerjaan auditor
merupakan pekerjaan yang “kurang diminati” oleh sebagian kalangan.
Pekerjaan ini dianggap sebagai pekerjaan “mencari musuh”. Hal ini
tentunya tidak benar bila pemahaman tentang auditor internal ini sudah
merata pada seluruh anggota organisasi.
2.
Adanya komunikasi yang kurang baik antara auditor dengan anggota
organisasi. hal ini mungkin disebabkan oleh anggapan yang masih belum
tepat tentang auditor baik oleh auditor itu sendiri maupun anggota
organisasi. Tidak adanya aturan yang jelas yang mengatur tentang auditor
ini juga sering menyebabkan salah pengertian. Harusnya memang ada
aturan yang jelas mengenai keberadaan auditor ini dan adanya komitmen
seluruh anggota organisasi termasuk manajemen untuk menghormati
peraturan ini.
3.
Kesulitan mencari personil yang akan ditempatkan dalam Tim SPI. Hal ini
mungkin karena pekerjaan auditor dianggap pekerjaan yang tidak menarik
dan di Rumah Sakit sendiri mungkin merupakan beban tambahan dari tupoksi
seorang karyawan yang ditempatkan sebagai auditor internal. Hal ini
karena di banyak Rumah Sakit, Tim SPI masih diambilkan dari karyawan
yang sehari – harinya memiliki tupoksi dan belum merupakan Tim yang
benar – benar independen dengan tupoksi hanya sebagai auditor internal.
D. PENUTUP
Dengan adanya
pelatihan untuk Kepala SPI ini diharapkan ke depan SPI dapat menjadi
mitra kerja manajemen dalam mengawal organisasi mencapai visi dan
misinya melalui SPI yang menjadi :
1. Pihak paling independen untk melakukan pengawasan seluruh jajaran organisasi sesuai tupoksinya.
2. Pihak
yang mengawal misi khusus yaitu pengelolaan resiko dan pengendalian
operasional yang akan menjadi penyeimbang bagi jajaran manajemen dalam
menjalankan organisasi agar dapat mengeliminasi hambatan – hambatan yang
muncul menjadi sekecil mungkin.
3. Tim yang menerapkan kinerja secara integrasi dan berkesinambungan setiap waktu sebagai sebuah siklus.
4. Tim yang
memiliki anggota dengan kompetensi memadai yang memiliki pengalaman
untuk mencegah terjadinya tindak kecurangan yang akan merugikan
organisasi.
Sumber : http://langkahkecil-junita.blogspot.com/